Rabu, 16 April 2014

KONSEP PERFORMA PEMBELAJARAN DEWASA PADA METODE DISKUSI

 Pengertian Diskusi
Morgan., et al (1976) menyatakan bahwa diskusi kelompok yang ideal adalah berpartipasinya sekelompok orang dalam diskusi suatu subjek atau masalah yang memerlukan informasi atau tindakan lebih lanjut. Sementara, menurut Kang & Song (1984) mendefinisikan sidkusi kelompok sebagai pertemuan atau percakapan antara dua orang atau lebih yang membahas topik tertentu yang menjadi pusat perhatian bersama. Ada ciri-ciri kelompok menurut Kang & Song, yaitu:
·         Adanya interaksi antara anggota
·         Ada kepemimpinan
·         Ada tujuan yang akan dicapai
·         Ada norma yang diikuti
·         Melibatkan emosi

2.      Manfaat Diskusi
Mengapa kelompok ini memilih diskusi karena manfaat diskusi kelompok pada pendidikan orang dewasa adalah:
a)      Diskusi memberi kesempatan kepada setiap peserta untuk menyampaikan pendapatnya, mendorong setiap individu untuk berpikir dan mengambil keputusan.
b)      Belajar sambil bekerja, yaitu mereka yang aktif secara fisik dan mental dalam diskusi.
c)      Diskusi cenderung menbuat peserta lebih toleran dan berwawasan luas.
d)     Diskusi mendorong seseorang untuk mendengarkan dengan baik.
e)      Menberikan alat pemersatu fakta dan pendapat peserta diskusi sehingga kesimpulan dapat diambil.
f)       Melalui metode diskusi peserta dapat proses pembelajaran, misalnya pemimpin dapat berlatih.

3.      Tujuan Diskusi
Tujuan diskusi yang akan diselenggarakan adalah
a)      Sebagai sarana untuk bertukar pendapat tentang suatu masalah.
b)      Diskusi digunakan untuk mendorong agar oang sadar kan adanya masalah.
c)      Membantu dalam mengidentifikasi masalah, membantu dalam pemecahan masalah.
d)     Memberikan kesempatan untuk merencanakan program aksi.

4.      Metode Khusus
Metode khusus yang digunakan adalah brainstorming (curah pendapat), yaitu salah satu bentuk berpikir kreatif sehingga pertimbangan memberikan jalan untuk berinisiatif kratif.
Alasan mengapa memilih teknik brainstorming (curah pendapat) yakni agara paa peserta aktif dalam mencurahkan semua ide yang timbul dari pemikirannya berdasarkan topik yang diusung, teknik ini paling efektif dalam kelompok yang kecil, tidal lebih dari 12-15 orang saja.
Struktur teknik brainstorming (curah pendapat), yaitu:
1.      Sesi pertama, menampung sebanyak mungkin ide-ide atas topik yang ditawarkan.
2.      Sesi kedua, dilakukan penilaian atau evaluasi terhadap ide-ide yang sudah disampaikan.

5.      Tim Kepemimpinan
a)      Pimpinan diskusi         : Kurnia Boby Safarov            (121301054)
                                     Ibrahim Azhari                       (121301079)
b)      Pengamat proses         : Nanda Rizkita                       (121301025)
                                     Arifah Rakatasya Siregar       (121301052)
c)      Notulen                       : Muthia Audina                      (121301029)
d)     Narasumber                 : Denny Wahyudi                    (121301050)
                                     
6.      Topik atau Isu
Topik atau Isu yang akan dibahas adalah “Kekerasan Seksual pada Anak”. Isu tersebut akan dibahas dari sisi Psikologi, yakni: bagaimana tugas perkembangan yang menjadi korban pelecehan, apa yang menyebabkan pelaku melakukan perbuatan kekerasan seksual anak (faktor-faktor, situasional).
Berikut adalah kronologi kasus yang akan kelompok diskusi angkat menjadi topik diskusi:
Dewasa ini, seperti yang kita tahu banyak kasus kriminal terhadap anak-anak, salah satunya adalah pelecehan seksual. Salah satunya, kasus pelecehan seksual terhadap bocah TK di sebuah sekolah internasional di Jakarta Selatan menjadi perhatian serius Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Seorang anak laki-laki berumur lima tahun menjadi korban kekerasan seksual di toilet sekolahnya. Dimana pelakunya merupakan karyawan kontrak di sekolah tersebut. Menurut pengakuan korban, pelaku berjumlah lima orang. Ibu korban berinisial T (40) mengatakan dirinya mencium adanya kejanggalan terhadap perilaku anaknya tersebut yakni pada pertengahan Maret 2014.

“Anak saya jadi sering ketakukan, mengigau dan berteriak saat tidur. Saya sempat frustrasi, dia tidak mau bicara soal perubahan itu. Anak saya juga tidak mau sekolah,” ujar T di Jakarta, Senin (14/4/2014).

Hingga pada akhirnya pada 20 Maret 2014, T menemukan luka memar di perut sebelah kanan anaknya. T pun menanyakan perihal luka itu pada sang anak. Dan anaknya mengakui menjadi korban kekerasan di toiletnya.

“Anak saya akhirnya bilang dia mendapat tindakan kekerasan seksual di kamar mandi sekolah. Dan dia dipukuli sebelum mendapatkan pelecehan seksual melalui anusnya. Akhirnya pada 24 Maret 2014 saya lapor ke Polda Metro," tutur T.

Kata Erlinda, pihak sekolah mengaku lalai dalam merekrut outsourcing. Sekolah kurang selektif dalam memilih pekerja, meski pun sudah melakukannya melalui prosedur yang berlaku.
“Mereka beralasan ini akibat salah memih outsourcing. Padahal mereka mengklaim sudah lakukan SOP (Standar Operasional Prosedur) dalam merekrut pekerja outsourcing,” ujar Erlinda saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Rabu (16/4/2014).
Dia menjelaskan, KPAI sudah meminta kepada pihak sekolah untuk bertemu dengan orangtua korban. Namun pihak sekolah belum mengizinkan. KPAI diminta sekolah membawa surat resmi jika ingin berbicara dengan orangtua korban.
7.      Alat Bantu Audio Visual

·         Film pendek/video singkat
      Pada saat pelaksanaan diskusi akan menampilkan sebuah film pendek ataupun video singkat berkaitan tentang topik diskusi. Mengapa kelompok diskusi memilih alat bantu berupa film/video dalam menunjang pembelajaran diskusi, tidak lain karena seyogiyanya alat bantu harus dapat mengajarkan sesuatu, bukan hanya menampilkan sesuatu. Kemudian, kelompok diskusi berasumsi bahwa film/video akan dapat menarik perhatian para peserta diskusi, dapat menayangkan peristiwa/acara yg telah terjadi, bisa menganalisa tindakan atai pertumbuhan tertentu, dapat menimbulkan emosi; baik postif maupun negatif, dan dapat digunakan untuk menggambarkan tindakan secara jelas dan cermat. Menurut Suprijanto di dalam Pendidikan Orang Dewasa juga dujelaskan bahwa alat bantu berupa film kurnag efektif jika diberikan tersendiri, maka dari itu haris digunakan bersama dengan metode lain setelay penayangan film selesai. Penjelasan ini semakin merperkuat kelompok dalam memilih film/video sebagai alat bantu, metode diskusi sangat bermanfaat dilakukan setelah penayangan sebuah film/video. Film/video tersebut menjadi stimulus untuk para peserta dalam memberikan pendapat atau ide sehingga didapatkan hasil output yang maksimal pada saat forum diskusi berlangsung.
·         Slide/LCD Projection Panel
      Digunakan sebagai untuk menampilkan tema diskusi serta poin-poin penting apa yang harus didiskusikan. Kelebihan dari Slide/LCD Projection Panel adalah penampilannya dapat berwarna, dapat diprogram urutan belakang, layout, transisi, dan animasinya.
·         Proyektor
Alat bantu yang digunakan untuk menampilkan slide/LCD projection panel.

·         Papan tulis
Digunakan sebagai alat untuk menuliskan jalannya diskusi yang sedang berlangsung, umumnya garis besarnya saja, misalnya ide-ide yang telah disampaikan, tahap-tahap menuju pemecahan masalah, kesimpulan diskusi.

Sumber:
Suprijanto. 2007. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: PT Bumi Aksara




PRINSIP PENDIDIKAN ORANG DEWASA

Pertumbuan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja (adolescence) sampai dewasa, dimana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan tumbuh kearah menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai pribadi yang mandiri yang memiliki identitas diri. Dengan begitu orang dewasa tidak menginginkan orang memandangnya apalagi memperlakukan dirinya seperti anak-anak. Dia mengharapkan pengakuan orang lain akan otonomi dirinya, dan dijamin ketentramannya untuk menjaga identitas dirinya dengan penolakan dan ketidaksenangan akan setiap usaha orang lain untuk menekan, memaksa, dan manipulasi tingkah laku yang ditujukan terhadap dirinya. Tidak seperti anak-anak yang beberapa tingkatan masih menjadi objek pengawasan, pengendalian orang lain yaitu pengawasan dan pengendalian orang dewasa yang berada di sekeliling, terhadap dirinya.
Dalam kegiatan pendidikan atau belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan memegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi tujuan kegiatan belajar atau pendidikan orang dewasa tentunya lebih mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas dirinya sendiri untuk menjadi dirinya sendiri; atau, kalau meminjam istilah Rogers dalam Knowles (1979), kegiatan belajar bertujuan mengantarkan individu untuk menjadi pribadi atau menemuan jati dirinya. Dalam hal belajar atau pendidikan merupakan process of becoming a person. Bukan proses pembentukan atau process of being shaped yaitu proses pengendalian dan manipulasi Buntuk sesuai dengan orang lain; atau, kalau meminjam istilah Maslow (1966), belajar merupakan proses untuk mencapai aktualiasi diri (self-actualization).
Uraian di atas sesuai dengan konsepsi Rogers dalam Knowlws (1979) mengenai belajar lebih bersifat client centered. Dalam pendekatan ini Roger mendasarkan pada beberapa hipotesa berikut ini :
1.    Setiap individu hidup dalam dunia pengalaman yang selalu berubah dimana dirinya sendiri adalah sebagai pusat, dan semua orang mereaksi seperti dia mengalami dan mengartikan pengalaman itu. Ini berarti bahwa dia menekankan bahwa makna yang datang dari makna yang dimiliki. Dengan begitu, belajar adalah belajar sendiri dan yang tahu seberapa jauh dia telah menguasai sesuatu yang dipelajari adalah dirinya sendiri. Dengan hipotesa semacam ini maka dalam kegiatan belajar, keterlibatan siswa secara aktif mempunyai kedudukan sangat penting dan mendalam.  
2.    Seseorang belajar dengan penuh makna hanya apabila sesuatu yang dia pelajari bermanfaat dalam pengembangan struktur dirinya. Hipotesa ini menekankan pentingnya program belajar yang relevan dengan kebutuhan siswa, yaitu belajar yang bermanfaat bagi dirinya. Dan tentunya ia akan mempersoalkan kebiasaan belajar dengan mata pelajaran yang dipaksakan atas dirinya, sehingga seolah-olah dirinya tidak berarti.  
3.    Struktur dan organisasi diri kelihatan menjadi kaku dalam situasi terancam, dan akan mengendorkan apabila bebas dari ancaman. Ini berarti pengalaman yang dianggap tidak sesuai dengan dirinya hanya dapat diasimilasikan apabila organisasi diri itu dikendorkan dan diperluas untuk memasukkan pengalaman itu. Hipotesa ini menunjukkan realitas Bbahwa belajar kerap kali menimbulkan rasa tidak aman bagi siswa (siswa merasa tertekan). Untuk itu, dianjurkan pentingnya pemberian iklim yang aman, penerimaan, dan saling bantu dengan kepercayaan dan tanggung jawab siswa.
4.    Perbedaan persepsi setiap siswa diberikan perlindungan. Ini berarti di samping perlunya memberikan iklim belajar yang aman bagi siswa juga perlu pengembangan otonomi individu dari setiap siswa.
Hipotesa diatas memperkuat perkembangan dan terbentuknya teori mengenai teori belajar orang dewasa, dan lebih jauh mempengaruhi perkembangan teknologi membelajarkan orang dewasa. Seperti telah disebutkan di atas bahwa dalam diri orang dewasa sebagai siswa yang sudah tumbuh kematangan konsep dirinya timbul kebutuhan psikologi yang mendalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi utuh yang mengarahkan dirinya sendiri. Namun, tidak hanya orang dewasa tetapi juga pemuda atau remaja juga memiliki kebutuhan semacam itu. Sesuai teori Peaget (1959) mengenai perkembangan psikologi dari kurang lebih 12 tahun ke atas individu sudah dapat berfikir dalam bentuk dewasa yaitu dalam istilah dia sudah mencapai perkembangan pikir formal operation. Dalam tingkatan perkembangan ini individu sudah dapat memecahkan segala persoalan secara logik, berfikir secara ilmiah, dapat  memecahkan masalah-masalah verbal yang kompleks atau secara singkat sudah tercapai kematangan struktur kognitifnya. Dalam periode ini individu mulai mengembangkan pengertian akan diri (self) atau identitas (identitiy) yang dapat dikonsepsikan terpisah dari dunia luar di sekitarnya. Berbeda dengan anak-anak, di sini remaja (adolescence) tidak hanya dapat mengerti keadaan benda-benda di dekatnya tetapi juga kemungkinan keadaan benda-benda itu di duga. Dalam masalah nilai-nilai remaja mulai mempertanyakan dan membanding-bandingkan. Nilai-nilai yang diharapkan selalu dibandingkan dengan nilai yang aktual. Secara singkat dapat dikatakan remaja adalah tingkatan kehidupan dimana proses semacam itu terjadi, dan ini berjalan terus sampai mencapai kematangan.
Dengan begitu jelaslah kiranya bahwa pemuda (tidak hanya orang dewasa) memiliki kemampuan memikirkan dirinya sendiri, dan menyadari bahwa terdapat keadaan yang bertentangan antara nilai-nilai yang dianut dan tingkah laku orang lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan sejak pertengaham masa remaja individu mengembangkan apa yang dikatakan "pengertian diri" (sense of identity). Selanjutnya, Knowles (1970) mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut. Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.

Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih-lebih mengembangkan teknik pengalaman (experimental-technique). Maka penggunaan teknik diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai. Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara implisit ataueksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono, 1992). Selajan dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan  perkembangan biologisnya, tetapi lebih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya. Asumsi keempat, bahwa anak-anak sudah dikondisikan untuk memiliki orientasi belajar yang berpusat pada mata pelajaran (subject centered orientation) karena belajar bagi anak seolah-olah merupakan keharusan yang dipaksakan dari luar. Sedang orang dewasa berkecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah kehidupan (problem-centered-orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya.
KONDISI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pengajar, penatar, instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan alternatif-alternatif untuk mengembangkan kepribadian mereka. Seorang pembimbing yang baik harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan menerima gagasan seseorang, kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang diajukan mereka. Orang dewasa pada hakekatnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang mampu menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya ini, diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut. Di samping itu, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di depan sesame temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh sumbang saran pemikiran dan mengemukakan ide pikirannya, daripada pembimbing melulu menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.
Oleh karena sifat belajar bagi orang dewasa adalah bersifat subjektif dan unik, maka terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhirnya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaandiri tersebut, maka suasana belajar yang kondusif tak akan pernah terwujud.
Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling berbeda pendapat. Orang
dewasa mestinya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu
sanksi (dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dll).
Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam mengembangkan potensi pribadinya di dalam kelas, atau di tempat pelatihan. Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan gagasan, akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan psikis mereka. Di samping itu, harus dihindari segala bentuk akibat yang membuat orang dewasa mendapat ejekan, hinaan, atau dipermalukan. Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai alternative kebebasan mengemukakan ide/gagasan dapat diciptakan.  Dalam hal lainnya, tidak dapat dinafikkan bahwa orang dewasa belajar secara khas dan unik. Faktor tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali harus diakui sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang diambil tidak harus selalu sama dengan pribadi orang lain. Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu harus sama dalam pribadi, sebab akan sangat membosankan kalau saja suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman masa lampau masing-masing individu dapat memberi warna yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil.  Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda, dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dari belajar.

Pada akhirnya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakannya berharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dari orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki perbedaan.
PEMBELAJARAN ANDRAGOGI

Andragogi berasal dari bahasa Yunani aner artinya orang dewasa, dan agogus artinya memimpin. Istilah lain yang kerap kali dipakai sebagai perbandingan adalah pedagogi yang ditarik dari kata paid artinya anak dan agogus artinya memimpin. Maka secara harfiah pedagogi berarti seni dan pengetahuan mengajar anak. Karena itu, pedagogi berarti seni atau pengetahuan mengajar anak maka apabila memakai istilah pedagogi untuk orang dewasa jelaskurang tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Sementara itu, menurut (Kartini kurang tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Sementara itu, menurut (Kartini Kartono, 1997), bahwa pedagogi (lebih baik disebut sebagai androgogi, yaitu ilmu menuntun/mendidik manusia; aner, andros = manusia; agoo= menuntun, mendidik) adalah ilmu membentuk manusia; yaitu membentuk kepribadian seutuhnya, agar ia mampu mandiri di tengah lingkungan sosialnya.
Pada banyak praktek, mengajar orang dewasa dilakukan sama saja dengan mengajar anak. Prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan orang dewasa. Hampir semua yang diketahui mengenai belajar ditarik dari penelitian belajar yang terkait dengan anak. Begitu juga mengenai mengajar, ditarik dari pengalaman mengajar anak-anak misalnya dalam kondisi wajib hadir dan semua teori mengenai transaksi guru dan siswa didasarkan pada suatu definisi pendidikan sebagai proses pemindahan kebudayaan. Namun, orang dewasa sebagai pribadi yang sudah matang mempunyai kebutuhan dalam hal menetapkan daerah belajar di sekitar problem hidupnya. Kalau ditarik dari pengertian pedagogi, maka andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun, karena orang dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari siswa bukan kegiatan mengajar guru. Oleh karena itu, dalam memberikan definisi andragogi lebih cenderung diartikan sebagai seni dan pengetahuan membelajarkan orang dewasa.
Rumusan tujuan umum dan tujuan khusus pendidikan orang dewasa dikemukakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam membantu negara-negara yang baru merdeka untuk memajukan bangsanya. Dalam hal ini, tujuan khusus pendidikan orang dewasa itu menjadi sebahagian dari tujuan pendidikan orang dewasa melalui kegiatan program Direktorat Pendidikan Masyarakat yang sudah, sedang, dan akan dijalankan di Indonesia. Dari rumusan tujuan pendidikan orang dewasa, maka sangat nampak sekali bahwa tujuan yang ingin dicapai ditujukan kepada negara yang masih terbelakang dalam tingkat pendidikan masyarakat dan juga dalam tingkat kehidupannya. Sebagai bahan perbandingan tujuan pendidikan orang dewasa pada beberapa negara dapat dikemukakan seperti dibawah ini :
1.    Australia : Menekankan tujuan pendidikan orang dewasa pada usaha-usaha pengasimilasian para pendatang dengan para penduduk yang telah lama tinggal di Australia.
2.    Swedia : Ditujukan kepada pendemokratisan dan menciptakan norma-norma kehidupan masyarakt yang lebih baik.
3.    Swiss : Ditujukan untuk menciptakan kehidupan masyarakat lebih berbahagia dan penuh aktivitas.
4.    Perancis : Menekankan kepada pendidikan populer bagi masyarakat yang dijalankan secara luas.
5.    Israel : Ditujukan untuk mengurangi tantangan antar bangsa-bangsa dan ras dan memerangi atominisasi serta memberikan kehidupan baru kepada masyarakat.
6.    Kanada : Meningkatkan kebanggaan dan mengembangkan pengetahuan yang diciptakan oleh bangsa Kanada.
7.    Amerika Serikat : Bersemboyankan kepada pendidikan itu dari, oleh dan untuk masyarakat.
8.    India : Perbaikan moral, penambahan pengetahuan, meningkatkan efisiensi dalam bekerja, dan meningkatkan tingkat hidup masyarakat.

9.    Thailand : Ketahuhurufan, pemeliharaan hidup sehat, kontak sosial dan kebudayaan.