Kamis, 25 April 2013

PAUD........BEDA YAAAAAA


Anak adalah buah hati orangtua, kalimat kiasan ini memang bukan hanya sekedar kiasan belaka, tetapi pada kenyataannya setiap orangtua dari kalangan manapun mereka berasal sudah dapat dipastikan akan berbuat apa saja demi kebahagiaan anak-anaknya. Masa kanak-kanak haruslah merupakan masa yang bahagia bagi seorang anak. Oleh sebab itu, anak harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja, dalam praktik pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak contoh yang menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada umummnya memperlakukan anak tidak sesuai dengan tingkat perkembangananya. Di dalam keluarga orang tua sering memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya, di sekolah guru sering memberikan tekanan (preasure) tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, di berbagai media cetak/elektronika tekanan ini lebih tidak terbatas lagi, bahkan cenderung ekstrim.

Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan formal maupun informal yang dilalui oleh anak-anak. Ilmuwan yang  memperkenalkan pendidikan anak usia dini adalah Friedrick Froebel (1837) yang membuka sekolah Taman Kanak-kanak pertama di Jerman. Beliau disebut juga Ayah pendidikan anak usia bayi. Menurutnya, Pendidikan pada masa  taman kanak-kanak perlu mengikuti sifat anak serta bermain adalah suatu teknik dari pendidikan dan cara dari anak untuk melihat dan meniru kehidupan orang dewasa dengan wajar.

Ki Hajar Dewantara adalah salah satu tokoh pendidikan anak di indonesia.  Pandangan Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan anak ini lebih menekankan kepada penanaman nilai, martabat kemanusiaan, nilai moral watak, dan pada akhirnya pembentukan manusia yang berkepribadian. Ki Hajar Dewantara merumuskan  pendidikan anak usia dini disebut dengan Sistem among yang mempunyai inti : Ing ngarso sing tulodo, Ing madya mangun karso dan Tut wuri handayani.

Secara garis besar, PAUD adalah upaya untuk memberikan stimulus, pengasuhan yang benar, dan pemberian kegiatan pembelajaran yang melatih dan menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak.  Dimana, pendidikan yang berjalan menitik beratkan kepada dasar pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan, daya cipta (kreativitas), emosi dan spiritual. Sehingga, penyelenggaran dari Pendidikan Anak Usia Dini ini harus disesuaikan dengan tahap dan kondisi perkembangan yang dilalui oleh anak. Hal ini merupakan masalah-masalah yang banyak terjadi pada saat ini.

Dulu anak-anak usia dini (0-8 tahun) yang dididik baik secara formal (TK, RA, dll) informal (kel.bermain,TPA, dll) dan nonformal (pend. Keluarga, pend. Lingkungan dll) lebih mengarah kepada budi pekerti. Tingkat pelajaran yang dilalui oleh anak-anak memiliki kondisi yang memang pantas diterima anak-anak yang dalam tahap perkembangan usia 0-8 tahun. Misalnya mewarnai, menyanyi sambil menghapal, membentuk kelompok bermain untuk membangun kerjasama dan juga belajar mengenali orang lain selain keluarga. Dengan adanya kondisi seperti diatas, anak-anak usia dini lebih dominan dalam bermain. Karenanya model pembelajaran dilakuan sambil bermain. Permainan yang dilakukan anak-anak usia dini dulunya, lebih simple, sederhana dan lebih membangun nilai-nilai budi pekerti.

Ada banyak perubahan yang terjadi dibandingkan dengan zaman saya dulu. PAUD masa kini sudah mempelajari  layaknya pelajaran anak SD kelas 1-2. Anak-anak sudah diajarkan hal-hal yang lebih kompleks dan sulit seperti bermain komputer, berhitung yang lebih kompleks (tidak hanya 1-20), belajar bahasa asing (bahasa Inggris), membuat kreativitas yang lebih kompleks, seperti meronce, menganyam dan lain sebagainya. Padahal pada zaman dulu, anak-anak usia dini itu lebih di dominasi untuk bermain. Karena seperti teori diatas, anak-anak dalam usia dini berada dalam tahap bermain. Dan dalam tahap ini pula anak-anak menyerap banyak tentang lingkungan sekitarnya. Jadi dengan bermain mereka juga belajar akan lingkungannya.

Menurut saya, inilah perbedaan yang ada di PAUD dahulu dan PAUD masa kini. Saya masih ingat ketika saya TK, saya lebih dominan bermain dan dalam permainaan yang saya lakukan banyak pelajaran-pelajaran yang dapat saya ambil. Tetapi, jika saya lihat sekarang, anak-anak tidak lagi berlari-lari sana sini mengejar temannya ataupun bermain petak umpet, sekarang yang terlihat adalah anak-anak bermain dengan mainannya sendiri yang lebih canggih, tidak perlu berbagi dengan orang lain mainannya dan melakukan banyak hal-hal kompleks yang seharusnya tidak dilakukan oleh anak-anak.