Anak adalah buah hati orangtua, kalimat
kiasan ini memang bukan hanya sekedar kiasan belaka, tetapi pada kenyataannya
setiap orangtua dari kalangan manapun mereka berasal sudah dapat dipastikan
akan berbuat apa saja demi kebahagiaan anak-anaknya. Masa kanak-kanak haruslah
merupakan masa yang bahagia bagi seorang anak. Oleh sebab itu, anak harus
diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja, dalam
praktik pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak
contoh yang menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada umummnya
memperlakukan anak tidak sesuai dengan tingkat perkembangananya. Di dalam
keluarga orang tua sering memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya, di
sekolah guru sering memberikan tekanan (preasure) tidak sesuai dengan tahap
perkembangan anak, di berbagai media cetak/elektronika tekanan ini lebih tidak terbatas
lagi, bahkan cenderung ekstrim.
Pendidikan anak usia dini merupakan
pendidikan formal maupun informal yang dilalui oleh anak-anak. Ilmuwan
yang memperkenalkan pendidikan anak usia
dini adalah Friedrick Froebel (1837) yang membuka sekolah Taman Kanak-kanak
pertama di Jerman. Beliau disebut juga Ayah pendidikan anak usia bayi.
Menurutnya, Pendidikan pada masa taman
kanak-kanak perlu mengikuti sifat anak serta bermain adalah suatu teknik dari
pendidikan dan cara dari anak untuk melihat dan meniru kehidupan orang dewasa
dengan wajar.
Ki Hajar Dewantara adalah salah satu
tokoh pendidikan anak di indonesia. Pandangan Ki Hajar Dewantara mengenai
pendidikan anak ini lebih menekankan kepada penanaman nilai, martabat
kemanusiaan, nilai moral watak, dan pada akhirnya pembentukan manusia yang
berkepribadian. Ki Hajar Dewantara merumuskan pendidikan anak usia dini disebut dengan
Sistem among yang mempunyai inti : Ing ngarso sing tulodo, Ing madya mangun karso
dan Tut wuri handayani.
Secara garis besar, PAUD adalah upaya
untuk memberikan stimulus, pengasuhan yang benar, dan pemberian kegiatan
pembelajaran yang melatih dan menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada
anak. Dimana, pendidikan yang berjalan
menitik beratkan kepada dasar pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan,
daya cipta (kreativitas), emosi dan spiritual. Sehingga, penyelenggaran dari
Pendidikan Anak Usia Dini ini harus disesuaikan dengan tahap dan kondisi
perkembangan yang dilalui oleh anak. Hal ini merupakan masalah-masalah yang
banyak terjadi pada saat ini.
Dulu anak-anak usia dini (0-8 tahun)
yang dididik baik secara formal (TK, RA, dll) informal (kel.bermain,TPA, dll)
dan nonformal (pend. Keluarga, pend. Lingkungan dll) lebih mengarah kepada budi
pekerti. Tingkat pelajaran yang dilalui oleh anak-anak memiliki kondisi yang
memang pantas diterima anak-anak yang dalam tahap perkembangan usia 0-8 tahun.
Misalnya mewarnai, menyanyi sambil menghapal, membentuk kelompok bermain untuk
membangun kerjasama dan juga belajar mengenali orang lain selain keluarga.
Dengan adanya kondisi seperti diatas, anak-anak usia dini lebih dominan dalam
bermain. Karenanya model pembelajaran dilakuan sambil bermain. Permainan yang
dilakukan anak-anak usia dini dulunya, lebih simple, sederhana dan lebih
membangun nilai-nilai budi pekerti.
Ada banyak perubahan yang terjadi dibandingkan
dengan zaman saya dulu. PAUD masa kini sudah mempelajari layaknya pelajaran anak SD kelas 1-2.
Anak-anak sudah diajarkan hal-hal yang lebih kompleks dan sulit seperti bermain
komputer, berhitung yang lebih kompleks (tidak hanya 1-20), belajar bahasa
asing (bahasa Inggris), membuat kreativitas yang lebih kompleks, seperti
meronce, menganyam dan lain sebagainya. Padahal pada zaman dulu, anak-anak usia
dini itu lebih di dominasi untuk bermain. Karena seperti teori diatas,
anak-anak dalam usia dini berada dalam tahap bermain. Dan dalam tahap ini pula
anak-anak menyerap banyak tentang lingkungan sekitarnya. Jadi dengan bermain
mereka juga belajar akan lingkungannya.
Menurut saya, inilah perbedaan yang ada
di PAUD dahulu dan PAUD masa kini. Saya masih ingat ketika saya TK, saya lebih
dominan bermain dan dalam permainaan yang saya lakukan banyak
pelajaran-pelajaran yang dapat saya ambil. Tetapi, jika saya lihat sekarang,
anak-anak tidak lagi berlari-lari sana sini mengejar temannya ataupun bermain
petak umpet, sekarang yang terlihat adalah anak-anak bermain dengan mainannya
sendiri yang lebih canggih, tidak perlu berbagi dengan orang lain mainannya dan
melakukan banyak hal-hal kompleks yang seharusnya tidak dilakukan oleh
anak-anak.